Senin, 28 Mei 2012

Caring

Caring" Penerapan Caring Pada Pasien dengan Kebudayaan Jawa" A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan. Dalam teorinya Orlando mengemukanan tentang beberapa konsep utama, diantaranya adalah konsep disiplin proses keperawatan ( nursing process discipline) yang juga dikenal dengan sebutan proses disiplin atau proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan untuk validasi atau perbaikan. (Tomey, 2006: 434) Orlando juga menggambarkan mengenai disiplin nursing proses sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tindakan yang tepat (George, 1995 ;162) B. TUJUAN Umum : Untuk memberikan gambaran konsep perilaku seorang perawat dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien dari suku jawa secara holistik, humanistik dan komprehensif. Khusus : • Agar mahasiswa dapat mengetahui kosep perilaku yang harus dilakukan dalam memberikan tindakan keperawatan • Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan perilaku keperawatan sesuai konsep • Agar mahasiswa bisa berinteraksi dengan kebudayaan lainnya khususnya budaya jawa • Agar mahasiswa mampu menciptakan suasana yang harmonis dan care dengan klien dari budaya lain khususnya budaya jawa KERANGKA TEORI A. Teori yang berkaitan dengan kasus Teori keperawatan Orlando menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan elemen-elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi pasien dalam proses keperawatan. Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi antara dua orang . Ketika perawat menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien. Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon internal atau kesegaraan, disiplin proses keperawatan serta kemajuan 1. Tanggung jawab perawat Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam pemantauan.Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya.Perawat harus mengetahui benar peran profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien.Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi kewenangannya. 2. Mengenal perilaku pasien Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien. 3. Reaksi segera Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan. 4. Disiplin proses keperawatan Menurut George (1995 hlm 162) mengartikan disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tidakan yang tepat. 5. Kemajuan / peningkatan Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan produktif. B. Aplikasi perilaku caring dalm bidang sesuai kasus Praktisi keperawatan dalam melaksanakan fungsinya perlu menerapkan teori atau model yang sesuai dengan situasi tertentu. Pada kondisi awal, kombinasi dari beberapa teori atau model dapat dipertimbangkan, tetapi jika dipergunakan secara konsisten dapat dilakukan analisa atau evaluasi terhadap efektivitasnya. Dengan menggunakan berbagai teori dan model keperawatan, maka fokus dan konsekwensi praktek keperawatan dapat berbeda . • Gambaran Kasus Tn X usia 45 tahun, berasal dari daerha yogyakarta, status duda, satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher, rahang, lengan serta ke punggung sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat.Nyeri menetap walaupun telah diistirahatkan.Nyeri dirasakan terus menerus lebih dari 30 menit.Kemudian oleh keluarga dibawa ke UGD RSHS.Ketika pasien meraskan rasa nyeri tersebut pasien hanya bisa meringis (wajah merasa sakit) dengan nada pelan dan tidak berteriak.Pasien hanya pasrah dan merasakan nyerinya, dan sedikit mengeluarkan kata-kata. Klien sebelumnya belum pernah dirawat atau sakit berat tetapi memiliki kebiasaan kurang olah raga, riwayat merokok berat 2 bungkus per hari, klien adalah seorang kepala keluarga dan bekerja sebagai seorang meneger di salah satu perusahaan. Hasil pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 98 kali/pemit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat.Hasil pemeriksaan EKG menunjukan adanya ST elevasi.Hasil Laboratorium terdapat enzim troponin T positip dan CKMB meningkat.Oleh dokter klien didiagnosa sindroma koroner akut dengan ST elevasi Miocard infark. TINJAUAN KASUS A. Hasil Pengkajian sampai menemukan masalah Pada kasus Tn X tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap perilaku pasien baik secara perbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai berikut : 1. Fase Reaksi Perawat. Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase pengkajian pada proses keperawatan. Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang menjadi faktor pencetusnya, bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya. Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada. Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa pasien memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 98 kali/menit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral apakah hangat atau dingin, CRT, kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu mengetahui data-data lain seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis SKA STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat. 2. Fase Nursing Action Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau implementasi Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan dengan peningkatan perilaku pasien. Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan. a. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan difokuskan terhadap masalah ketidak mampuan pasien untuk memenuhi kebutuhannya sehingga perlu pertolongan perawat. Dari data yang didapatkan pada kasus Tn X ditemukan masalah : 1. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan otot jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap obstruksi.) 2. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri (berhubungan dengan adanya iskemik) 3. Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen) b. Rencana Keperawatan Setelah masalah keperawatan pasien ditentukan disusun rencana keperawatan, fokus perencanaan pada pasien Tn X yaitu Rencana Tn X sendiri, dengan merumuskan tujuan yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi peningkatan perilaku Tn X kearah yang lebih baik. Adapun tujuannya yang diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn X yaitu mampu menolong dirinya memelihara perfusi otot jantung secara adekuat, pasien mampu menolong dirinya untuk mengatasi rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan aktivitas tanpa harus memberatkan kerja jantung. c. Implementasi Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan otomatis seperti melaksanakan tindakan pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.. Adapun implementasi keperawatan yang perlu dilakukan pada Tn X yaitu : 1). Membantu pasien dalam menolong dirinya untuk memelihara perfusi jaringan otot jantung a.) Tindakan Otomatis: (1). Berikan therapi nitrogliserin sesuai program therapi (2) Berikan therapi aspirin sesuai program therapi (3). Persiapkan klien untuk therapi trombolitik sesuai program (4). Persiapkan pasien untuk pelaksanaan PTCA sesuai program terapi. (5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman b) Tindakan terencana (1) Istirahatkan pasien bed rest sampai kondisi akut teratasi dan keadaan stabil. (2) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesui (3) Observasi tanda-tanda adanya penurunan kardiak output. (4). Lakukan pemeriksaan EKG secara rutin 2). Membantu pasien untuk menolong dirinya menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri. a). Tindakan otomatis (1) Memberikan obat anti nyeri : morfin sesuai dengan program therapi. (2) Berikan Oksigen melalui nasal canul 4 liter / menit sesuai program therapi (3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman b). Tindakan terencana ; (1) Istirahatkan pasien : Bed rest sampai dengan kondisi klien stabil. (2) Posisikan pasien semi fowler (3) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesuai kebutuhan (4) Observasi perkembangan nyeri : kharakreistik, kwalitas dan kwantitasnya (5) Lakukan tindakan relaksasi dengan menarik nafas dalam dan keluarkan nafas secara perlahan. 3). Membantu pasien untuk menolong dirinya dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari a) Tindakan otomatis (1) Hindari pasien untuk melakukan mengedan ketika defekasi (2) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. b). Tindakan terencana (1) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. (2) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari ; nutrisi, personal hygiene, eliminasi. (3) Lakukan mobilisasi fisik setelah kondisi stabil 3 Evaluasi Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya.Evaluasi asuhan keperawatan pada tuan X difokuskan terhadap perubahan perilaku terhadap kemampuan menolong dirinya untuk mengatasi ketidakmampuannya. Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan dilaksankan. Adapun hasil yang diharapkan adalah: a. Perfusi jaringan pada otot jantung meningkat atau adekuat, ditandai dengan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, hasil pemeriksaan EKG normal. Nyeri dada tidak ada. b. Rasa nyaman terpenuhi: nyeri berkurang atau tidak ada, ditandai dengan : pasien mengatkan nyeri berkurang atau tidak ada, pasien relak. Tandatanda vital dalam batas normal, c Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari : tidak ada keluhan nyeri dada, sesak nafas atau palpitasi saat melakukan aktivitas, tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal sebelum, selama dan setelah melakukan. Aktivitas. Pasien ammpu melakukan aktivitas sendiri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : makan, personal higiene dan eliminasi. Dengan melihat aplikasi disiplin proses keperawatan pada kasus Tn X yang mengalami gangguan sistem kardiovaskular berhubungan dengan sindroma akut koroner non ST elevasi, penulis mencoba untuk membahas pelaksanaan aplikasi teori tersebut dengan membandingkan dengan proses keperawatan Pada kedua proses tersebut, pada bagian tertentu secara keseluruhan sama. Misalnya keduanya merupakan hubungan interpersonal dan membutuhkan interaksi antara pasien dan perawat. Pasien sebagai input dalam keseluruhan proses. Kedua proses menggambarkan pasien sebagai total person. Tidak selalu tentang penyakit atau bagian tubuh. Kedua proses juga menggunakan metode tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan tersebut. Fase pengkajian pada proses keperawatan sesuai dengan berbagi pada reaksi perawat dengan perilaku pasien dalan disiplin proses keperawatan orlando. Perilaku pasien mengawali pengkajian.Perilaku yang dikaji adalah perilaku verbal yang dikatakan oleh pasien yaitu riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utama, bagaimana keluhan itu dirasakan, bagaimana sifat dan kwalitas keluhan tersebut.Apa faktor pencetusnya. Dan faktor resiko terhadap terjadinya gangguan kesehatan. Sedangkan perilaku non verbal yang perlu diketahui oleh perawat adalah tanda-tanda dari gangguan fungsi tubuh sebagai respon pasien terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan yang membutuhkan pertolongan perawat, seperti perubahan tanda-tanda vital, keluar keringat yang berlebihan, ketidaknormalan fungsi tubuh seperti yang ditunjukan oleh hasil pemeriksaan penunjang EKG, pemeriksaan enzim roponin dan lain sebagainya. Berbagi pada reaksi perawat dalam disiplin nursing proses adalah komponen yang sama dengan analisis pada proses keperawatan. Walaupun reaksi perawat adalah otomatis. Hal ini sedikit berbeda dengan analisa data pada proses keperawatan dimana seorang perawat untuk mampu melakukan analisa data perlu menggunakan dasar teori keperawatan dan menggunakan prinsip dari pengetahuan fisik dan perilaku dan itu harus benar-benar menjadi dasar dalam menganalisa berbagai tanda dan gejala yang dirasakan atau ditemukan pada pasien. Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan. Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan. Tujuannnya berhubungan dengan peningkatan perilaku pasien.Tujuan yang dirumuskan pada teori Orlanda menurut penulis masih terlalu umum yaitu fokuskan pada perubahan perilaku dalam menolong untuk memenuhi kebutuhan dirinya sehingga kemungkinan keberhasilannya sulit untuk diukur terutama terhadap masalah yang hanya diketahui oleh perawat tetapi tidak disadari oleh pasien.Seperti pada contoh kasus Tn X yaitu masalah penurunan perfusi jaringan pada otot jantung. Implementasi meliputi seleksi akhir dan pelaksanaan dari tindakan keperawatan dan ini juga merupakan bagian dari fase tindakan keperawatan pada proses disiplin Orlando. Kedua proses memerintahkan bahwa tindakan harus sesuai bagi pasien sebagai individu yang unik. Pada Teori orlando tindakan keperawatan ada dua macam yaitu tindakan otomatis yang sifatnya segera dan terencana. Keduanya tidakan tersebut lebih diarahkan terhadap penanggulangan masalah kperawatan yang bersifat segera dan mengacam kehidupan pasien dan kurang memperhatikan tindakan-tindakan yang bersifat promotif atau preventif yang sebenarnya tidakan preventif seperti : pencegahan serangan ulang dan menghindari faktor resiko adalah penting bagi pasien yang menderita penyakit jantung seperti yang dialami Tn. X. Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya. Evaluasi pada teori Orlando sudah cukup baik, yang mana evaluasi selalu dilakukan setelah setiap tindakan keperawatan dilakukan secara lengkap. PEMBAHASAN A. Sikap “caring” perawat Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring” kepada klien.Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999).Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit “caring”. Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring” bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien. “Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.“Caring” bukan semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-Tomey, 1994). “Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial.Diyakini, bersikap “caring” untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin sepuluh faktor kuratif yaitu: • Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien.Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. • Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan kesehatan. • Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain. • Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. • Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. • Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. • Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. • Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien. • Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien.Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya. • Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif.Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri. Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain. Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien.Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya. Bahasa jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang di ajak bicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa jawa juga sangat mempunyai arti yang luas. Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa dan India. Perawat merupakan kelompok profesi yang paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, dan kesengsaraan yang dialami masyarakat. Perawat merupakan anggota dari kelompok profesi yang menggunakan ungkapan caring yang paling banyak, yakni setiap hari, secara menetap dan terus menerus.Bahkan para pakar keperawatan, menempatkan caring sebagai pusat perhatian dan sangat mendasar dalam praktek asuhan keperawatan. Namun kenyataan yang masih terus dihadapi hingga saat ini adalah perawat masih terus melaksanakan tugas keperawatan yang berorientasi pada proses penyakit dan tindakan-tindakan medik. Mereka bahkan tidak memahami secara tepat arti dari kata caring atau asuhan. Menurut para pakar keperawatan tersebut di atas, apabila caring ditempatkan sebagai titik pusat praktek keperawatan, maka keperawatan dasar dalam profesi keperawatan akan memperoleh status yang lebih tinggi serta mendapatkan apresiasi yang tinggi dari penderita yang dirawat. Florence Nightingale yang merupakan inisiator profesi keperawatan menggambarkan bahwa seorang perawat harus memiliki sifat-sifat khusus yang menciptakan suasana mengasuh dan menolong untuk mempermudah kesembuhan pasien.Nightingale yang terkenal dalam perang dunia II sebagai perawat mengapresiasi pendekatan asuhan perawatan yang bersifat ekspresif, emosional dan penolong. Pakar keperawatan, Orem, mempunyai praanggapan bahwa manusia perlu memelihara dan mengatur dirinya secara terus menerus melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan "self care" atau perawatan diri sendiri secara mandiri. Kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya beragam, perawat sebagai pemberi asuhan akan diperlukan untuk melakukan tindakan-tindakan khusus membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam perawatan diri bila mereka tidak mampu. Di sinilah esensi pendampingan perawatan.Apakah semua perawat sudah menyadari tugas dan fungsinya yang sangat hakiki dan esensial ini? Watson yang terkenal dengan "Theory of Human Care", mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.Leininger menyadari bahwa kebudayaan sangat berkaitan erat dengan harapan-harapan dan keyakinan-keyakinan pasien sehingga faktor sosial dan budaya mempunyai tempat yang khusus dalam pendekatan asuhan keperawatan. Ini berarti, sekalipun pola-pola, proses dan tindakan-tindakan perawatan bersifat universal tetapi perbedaan budaya, keberagaman macam manusia dan ekologi mengakibatkan adanya perbedaan pada beberapa pendekatan asupan. Dengan demikian asuhan keperawatan yang holistik dan manusiawi akan dirasakan oleh mereka yang sedang menderita. Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Dia juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan.Caring sebagai suatu "moral imperative" (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu "affect" yang digambarkan sebagai suatu emosi atau perasaan kasihan. Caring merupakan suatu emosi, suatu perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien.Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien. Pertanyaan sekaligus harapan adalah, apakah perawat kita telah memiliki semuanya ini dalam asuhan keperawatan di rumah sakit ataupun di puskesmas?Kita percaya bahwa caring merupakan usaha bersama antara pasien dan perawat.Kedua belah pihak yaitu perawat dan pasien harus berkomunikasi, saling percaya, menghargai dan bertanggung jawab terhadap satu dan lainnya.Dalam interaksi yang timbal balik ini pasien dan perawat sama-sama diperkaya. Caring juga sebagai suatu therapeutic intervention.Dalam hal ini kondisi-kondisi pasien yang membutuhkan tindakan caring perlu dijelaskan seperti mendengarkan dengan aktif, mendidik pasien, menjadi penasehat pasien, menyentuh, menemani pasien dan kemampuan teknik mengenai prosedur atau intervensi keperawatan. Pada konteks ini penekanan terutama pada perlunya pengetahuan dan keterampilan yang cukup sebagai dasar untuk melakukan caring dan di sinilah letak independensi keperawatan agar para perawat dapat menjadi mitra dokter.Aspek aktivitas caring ditunjukkan dalam bentuk bantuan, pertolongan dan pelayanan lewat hubungan perawat - pasien melalui kontak personal yang singkat.Hubungan perawat - pasien terjadi melalui pelaksanaan tugas-tugas saat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus pasien, namun tidak semua aktivitas disebut caring. Kegiatan-kegiatan perawat baru bisa disebut caring hanya bila tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dapat mengungkapkan emosi yang khusus untuk merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Aspek sikap seperti pertimbangan-pertimbangan kognitif dan moral di sini sebagai suatu respek terhadap martabat dan otonomi manusia. Perawatan merupakan "caring for" dan "caring about" orang lain. "Caring for" adalah kegiatan-kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan seperti mengatur pemberian obat, prosedur-prosedur keperawatan, membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti menggosok punggung, memandikan. "Caring about" berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sharing atau membagi pengalaman-pengalaman seseorang dan keberadaannya. Perawat perlu menampilkan sikap empati, jujur dan tulus dalam melakukan caring about. Kegiatan perawat harus ekspresif dan merupakan cerminan aktivitas yang menciptakan hubungan dengan pasien.Sifat-sifat aktivitas ini menimbulkan keterlibatan hubungan saling percaya, keyakinan, harapan, simpati, empati, sentuhan, kehangatan dan ketulusan. Di lain pihak ada komponen instrumental untuk memberi dukungan dan pertolongan yang mempunyai ciri pengasuhan, pengawasan, kenyamanan, perlindungan dan penghargaan. Aktivitas instrumental ini berupa perilaku-perilaku yang berorientasi pada bantuan fisik seperti prosedur-prosedur tindakan, serta perilaku yang berorientasi pada kognitif seperti mengajar dan memberi penyuluhan. B. Humanisme dalam caring Orang humanis meyakini kebaikan dan nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam bekerja untuk kemanusiaan. Contoh perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu dan menghargai kehidupan.Humanisme ini mendapat tempat yang khusus dalam keperawatan sebagai respon terhadap kemajuan teknologi. Dalam keperawatan humanisme merupakan suatu sikap dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan daripada sebagai nomor tempat tidur atau sebagai seorang berpenyakit tertentu.Perawat yang menggunakan pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, perilaku dan bahasa tubuh. Pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional dari caring, yang diwujudnyatakan dalam pengertian dan tindakan. Pengertian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang lain secara aktif dan arif serta menerima perasaaan-perasaan orang lain. Prasyarat bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan keikhlasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal. Aspek caring dalam keperawatan merupakan ide utama dimana perawat dapat membangun pengetahuan dan keterampilan praktek perawatan profesional.Namun, muncul pertanyaan, apakah profesi keperawatan yang merupakan kelompok terbesar pemberi pelayanan kesehatan dapat membuat suatu perbedaan yang besar dalam pelayanan jikalau caring benar-benar menjadi pusat dan dasar dalam praktek keperawatan? Sayangnya, kenyataan yang dihadapi sekarang adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan pengobatan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan medik memaksa perawat memberikan perhatian lebih pada tugas-tugas cure daripada care. Menurut Leininger dan dalam kenyataan sehari hari perawat-perawat sekarang lebih cenderung tertarik pada pekerjaan dokter seperti pengobatan dan tindakan-tindakan medik.Bahkan dalam praktek keperawatan, beberapa perawat mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan pasien, memberi dukungan, kenyamanan dan tindakan caring yang lainnya.Hal ini disebabkan karena tanggung jawab interdependen perawat pada dokter yaitu mengerjakan tugas-tugas dokter. Woodward mengatakan bahwa perawat mempunyai persepsi bahwa bila waktu mereka lebih banyak digunakan untuk berkomunikasi atau kontak dengan pasien, maka status mereka menjadi lebih rendah.Jika demikian maka janganlah memilih profesi perawat.Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, bahkan oleh perawat di NTT sekalipun. Perawat akan merasa statusnya meningkat apabila menyuntik tanpa pelimpahan wewenang atau melakukan tindakan vasektomi dan venaseksi atau menjahit luka. KESIMPULAN Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien.Secara teoriti ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan.Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan.Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring.Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring. Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Apakah orang yang lulus pendidikan tinggi melalui pendidikan berlanjut menjadi baik perilaku caring nya ? Apakah dengan iklim organisasi yang baik tiba-tiba seseorang perawat akan lebih Caring. Bukan pekerjaan yang mudah untuk merubah perilaku seseorang.Yang terbaik adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan.Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting.Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsure caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caringnya.